Lepongannews.com, LUWU RAYA – Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Ketua Repro Luwu Utara (Lutra), Muhammad Nur, mengingatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk lebih waspada terhadap praktik politik uang.
Ia menyoroti kemungkinan politik transaksional yang disamarkan dalam bentuk santunan bulan puasa dan bingkisan Lebaran.
Menurut Nur, politik uang masih menjadi ancaman serius dalam setiap pemilu, terutama di momen-momen tertentu seperti Ramadan dan Idulfitri.
Ia menyebut, praktik ini dapat mempengaruhi hasil PSU dan merusak integritas demokrasi.
“Politik uang yang dikemas dalam bentuk sembako, santunan, atau bantuan sosial menjelang Lebaran harus benar-benar diantisipasi. Ini bukan hal baru, tetapi selalu berulang, terutama di daerah yang kondisi ekonominya sulit,” ujar Nur saat diwawancarai, Jumat, 7 Maret 2025.
Ia menjelaskan bahwa dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit, masyarakat cenderung menerima bantuan tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya.
Hal ini, kata dia, menjadi celah bagi para calon untuk memanfaatkan momentum PSU dengan strategi politik uang terselubung.
“Kondisi seperti ini membuat masyarakat rentan. Jika pengawasan tidak ketat, politik uang bisa semakin sulit dikendalikan. Oleh karena itu, Bawaslu harus bekerja ekstra untuk memastikan PSU berjalan dengan jujur dan adil,” tambahnya.
Nur juga menekankan bahwa pembatasan kampanye dalam PSU dapat mendorong kandidat mencari cara alternatif untuk menarik dukungan, salah satunya dengan distribusi bantuan yang dikemas dalam bentuk santunan atau bingkisan Lebaran.
“Karena kampanye terbatas, calon tentu mencari strategi lain. Nah, salah satu yang paling mungkin adalah politik uang berbentuk bantuan. Ini harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.
Selain itu, ia mengingatkan tentang potensi keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa dalam praktik politik uang. Menurutnya, netralitas ASN harus tetap dijaga agar PSU berlangsung tanpa intervensi kepentingan tertentu.
“Masih ada potensi keberpihakan ASN dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah. Jika dibiarkan, ini bisa berdampak pada legitimasi hasil PSU,” katanya.
Lebih lanjut, Nur juga mengkritisi biaya tinggi dalam politik yang sering kali mendorong praktik transaksional.
Ia menilai bahwa meskipun laporan dana kampanye terlihat wajar, realitas di lapangan menunjukkan adanya praktik jual beli suara yang tidak terdeteksi secara resmi.
“Dalam laporan kampanye, semuanya terlihat normal. Tapi faktanya, biaya tinggi dalam pemilu selalu dikeluhkan. Artinya, ada praktik di luar yang tidak terlaporkan,” ungkapnya.
Nur berharap agar Bawaslu tidak hanya mengawasi secara administratif, tetapi juga turun langsung ke lapangan untuk mencegah praktik politik uang yang semakin canggih.
Ia menegaskan bahwa pengawasan ketat sangat diperlukan, terutama di masa-masa krusial menjelang PSU.
“Bawaslu harus benar-benar bekerja ekstra. Jangan hanya mengandalkan laporan, tapi harus ada pengawasan aktif di masyarakat,” pintanya.
Dengan tantangan yang ada, ia berharap PSU di Palopo dapat berlangsung dengan transparan dan bersih dari politik uang. Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima bantuan yang berkaitan dengan pemilu.
“Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga demokrasi. Jangan sampai hanya karena bantuan sesaat, kita mengorbankan masa depan daerah ini,” pungkasnya.
*** Benny/Yustus
Komentar